Suka Nulis

SURAT PERNYATAAN TIDAK DUPLIKASI ANGGARAN UNTUK PERMOHONAN DANA HIBAH

SURAT PERNYATAAN TIDAK DUPLIKASI ANGGARAN Nomor: 008/SP.(nama organisasi/lembaga)/IV/2021 Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : ......................................... Nomor KTP : ................................ Jabatan : Ketua Umum (organisasi/lembaga) Alamat : .......(kantor sekretariat organisasi/lembaga) No. Telpon : .................................. Saya selaku Ketua .........nama organisasi/lembaga........ yang berkedudukan di alamat sekretariat organisasi/lembaga. Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Bantuan Hibah Tahun Anggaran 2023 untuk ........(nama organisasi/lembaga)........ tidak terjadi duplikasi anggaran kegiatan tersebut tidak sedang dibiayai oleh sumber pembiayaan yang lain serta bantuan tidak akan digunakan sebagai biaya pengganti kegiatan yang lain. Demikian surat pernyataan ini saya buat dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan atas pernyataan ini, saya bertanggungjawab dan siap menerima sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perundang-u

Aturan Baku Refund Perusahaan Penerbangan Yang Tidak Berpihak Kepada Pengguna Jasa Ekonomi Menengah Kebawah

 

Aturan Baku Refund Perusahaan Penerbangan Yang Tidak Berpihak Kepada Pengguna Jasa Ekonomi Menengah Kebawah

Setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama,  baik dalam bidang hukum,  sosial,  ekonomi maupun politik.  Oleh karena setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama,  maka tidak terkecuali dalam hal menikmati penggunaan jasa penerbangan.  Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,  keluarga,  orang lain, maupun makhluk hidup lain dan untuk tidak diperdagangkan.

Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menikmati jasa penerbangan,  maka setiap pelaku usaha pun memiliki hak dan kewajiban yang sama pula yang telah diatur sesuai Pasal 6 undang-undang perlindungan konsumen. Sehingga apabila menilik kembali kepada UU 8/1999 tidak bisa diindahkan bahwa setiap konsumen ataupun pelaku usaha wajib menjalankan sesuai undang-undang tersebut. 

Pelaku usaha dalam menjalankan segala usahanya wajib menjalankan segala bentuk kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Terutama dalam menjalankan usaha penerbangan yang telah diatur sesuai Peraturan Menteri Nomor 185 Tahun 2015 Tentang Standard Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niagar Berjadwal Dalam Negeri (Permen 185/2015). Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Permen 185/2015 menegaskan bahwa Standard Pelayanan adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dan acuan penilain kualitas pelayanan yang merupakan kewajiban badan usaha angkutan udara niaga berjadwal kepada calon penumpang dan penumpang kelas ekonomi dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat dan mudah. Artinya,  setiap badan usaha angkutan udara memiliki kewajiban untuk memberikan kualitas pelayanan dengan cepat dan mudah sehingga tidak ada perbedaan baik penerbangan kelas ekonomi ataupun kelas bisnis. Oleh karena itu badan usaha penerbangan udara memiliki standar yang harus dipatuhi.

Standar pelayanan angkutan udara dibagi kedalam beberapa hal,  yaitu standar pelayanan sebelum penerbangan (pre-flight), standar pelayanan selama penerbangan (in-flight) dan standar pelayanan setelah penerbangan (post-flight). Dalam hal ini standar pelayanan angkutan udara harus dipenuhi,  terutama sekali dalam standar pelayanan sebelum penerbangan terkait dengan adanya pembatalan penerbangan. Apabila terjadinya pembatalan penerbangan secara sepihak yang dilakukan oleh maskapai penerbangan sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (delay management)  Pada Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia (Permen 89/2015) Pasal 9 ayat (1) huruf f menegaskan bahwa keterlambatan kategori 6, badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan kepenerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket).

Persoalan dalam hal pengembalian seluruh biaya tiket akibat adanya pembatalan sepihak yang dilakukan oleh maskapai penerbangan atau badan usaha angkutan udara secara tegas diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Permen 89/2015 bahwa badan usaha angkutan udara dalam melakukan pengembalian seluruh biaya tiket (refund ticket) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f dan g,  apabila pengembalian tiket dilakukan melalui transaksi non-tunai melalui kartu kredit, maka badan usaha angkutan udara wajib mengembalikan melalui transfer ke rekening kartu kredit selambat-lambatnya 30 hari kalender.  Secara tegas dikatakan adanya frasa "selambat-lambatnya 30 hari kalender" sehingga adanya kepastian hukum terhadap konsumen penikmat angkutan udara. 

Sepertihalnya dalam satu peristiwa yang dialami oleh salah satu konsumen yang menggunakan jasa penerbangan  tanggal 3 April 2020 Pukul 09.15 WIB. telah mengalami pembatalan jadwal penerbangan yang dilakukan secara sepihak oleh Perusahaan Penebangan tanpa alasan apapun.  Dan ketika dikonfirmasi melalu email,  pihak penerbangan akan mengembalikan dana (refund ticket) full dengan estimasi 30 hari kerja diluar hari sabtu,  minggu dan tanggal merah,  terhitung sejak pengajuan refund ticket. Padahal secara jelas dan nyata dalam Permen 89/2015 Pasal 10 ayat (2) terdapat frasa "selambat-lambatnya 30 hari kalender", bukan estimasi 30 hari kerja.  Atas dasar itu,  penulis beranggapan bahwa maskapai penerbangan telah melanggar atau setidak-tidaknya tidak menjalankan amanat Peraturan Menteri Nomor 89 Tahun 2015.

Jika ditinjau kembali dalam Pasal 19 ayat (1) UU 8/1999 menegaskan bahwa pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Kemudian mengenai kewajiban pelaku usaha ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (3) yang berbunyi pengembalian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

Oleh karena hukum di Indonesia mengutamakan asas penafsiran hukum yang lex specialis derogat lex generali yang artinya bahwa hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan hukum yang bersifat umum. Seperti contoh angkutan penerbangan mengutamakan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai penerbangan, sanksi atau bahkan segala teknis bagi pelaku usaha angkutan udara.  Padahal diketahui,  Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan undang-undang khusus yang mengatur segala tata cara penggunaan barang dan/atau jasa demi melindungi konsumen. Oleh karena itu,  penulis beranggapan bahwa sepatutnya apabila maskapai penerbangan membatalkan keberangkatan secara sepihak, perusahaan wajib mengganti kerugian secara kesuluruhan berupa penggantian penerbangan atau pengembalian dana tiket (refund ticket) selama 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) UU 8/1999 bukan mengacu kepada Permen 89/2015 dikarenakan adanya asas hukum lex speciali derogat lex generali.

 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Legal Opinion Peninjauan Kembali (Narkotika)

contoh surat pernyataan bersifat nirlaba, sukarela dan sosial untuk permohonan dana hibah

Hukum Acara Tata Usaha Negara